BeritaInvestor.id – Kejatuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 7,1% pada tanggal 18 Maret 2025 telah menyebabkan penjualan besar-besaran di pasar, yang juga berdampak pada pasar obligasi dan memperlemah nilai tukar rupiah menuju Rp16.500/US$.
Faktor Penyebab Kejatuhan Analis asing menyebutkan bahwa ketidakpastian kebijakan di dalam negeri dan kondisi pasar global, termasuk perang dagang dan ketegangan internasional, telah menghimpun sentimen negatif di pasar. Lloyd Chan, Ahli Strategi Valas dari Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG), menyatakan bahwa investor khawatir Indonesia akan mengalami defisit fiskal lebih besar dari yang diprediksi pemerintah.
Risiko Rumor Mundurnya Menteri Keuangan Rumor tentang kemungkinan mundurnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dari jabatannya menambah kekhawatiran investor. Sat Duhra, Portfolio Manager di Janus Henderson Investors, mengatakan bahwa berita ini bisa menambah hal negatif di pasar.
Pergeseran Anggaran dan Imbasnya Di sisi lain, Mohit Mirpuri, Fund Manager di SGMC Capital Pte, mengungkapkan bahwa tindakan Presiden Prabowo yang mengalihkan anggaran untuk program prioritas juga memengaruhi pasar. Defisit fiskal awal tahun ini diperkirakan akan mengakibatkan gelombang likuidasi, terutama di kalangan trader dengan margin.
Potensi Dampak Terbatas Namun, analisis dari Bank of New York (BNY) menyebut bahwa dampak kejatuhan pasar saham terhadap rupiah dan surat utang mungkin terbatas. Aninda Mitra dari BNY mengatakan bahwa pasokan dolar AS yang melimpah dan kepemilikan asing yang rendah di Surat Berharga Negara (SBN) bisa meringankan tekanan.
Defisit Fiskal dan Rencana Pemulihan Pemerintah RI baru saja mengumumkan terjadinya defisit sebesar 0,13% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp31 triliun. Defisit ini disebabkan penurunan penerimaan pajak hingga 30,19%. Jika tidak diatasi dengan pengurangan belanja atau menambah penerimaan, defisit bisa meningkat hingga -3,19%% dari GDP.
Peringatan dari Fitch Ratings Lembaga pemeringkat Fitch Ratings juga memberikan peringatan mengenai potensi risiko terkait keberadaan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Mereka khawatir bahwa pembiayaan melalui Danantara bisa meningkatkan risiko fiskal jangka panjang bagi pemerintah.
Pembiayaan Utang Meningkat Laporan terbaru menunjukkan pemerintah telah menarik utang sebesar Rp224,3 triliun per Februari 2025, yang meningkat dari periode yang sama tahun lalu. Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono, mengungkapkan bahwa pembiayaan utang ini kini menjadi 28,9% terhadap APBN, dengan sebagian besar dari SBN.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.