BeritaInvestor.id – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengalami penurunan laba bersih yang signifikan sebesar 78,94% pada tahun 2024, menjadi US$ 57,76 juta atau sekitar Rp 935,71 miliar. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan US$ 274,33 juta di tahun sebelumnya. Penurunan laba ini disebabkan oleh melemahnya pendapatan perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan nikel.
Pendapatan INCO Turun Tajam
Pendapatan INCO pada 2024 tercatat sebesar US$ 950,38 juta, menurun 22,87% dari US$ 1,23 miliar pada tahun 2023. Penjualan utama berasal dari mitra seperti Vale Canada Limited yang menyumbang US$ 760,20 juta dan Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. senilai US$ 190,18 juta. Kedua mitra tersebut juga mengalami penurunan permintaan lebih dari 22% secara tahunan.
Kenaikan Beban Usaha dan Dampaknya
Meskipun pendapatan menurun lebih dari 22%, beban pokok pendapatan hanya berkurang 4,86% menjadi US$ 842,16 juta. Hal ini menyebabkan laba kotor INCO terjun bebas sebesar 68,81% dari US$ 347,02 juta menjadi US$ 108,22 juta. Beban usaha juga meningkat tajam 72,68% hingga mencapai US$ 38,25 juta, dan laba usaha merosot 78,87% menjadi US$ 63,82 juta.
Dampak pada Laba Per Saham
Karena penurunan laba bersih, laba per saham INCO juga terpengaruh, turun dari US$ 0,0276 pada 2023 menjadi US$ 0,0056 pada 2024.
Kondisi Neraca Keuangan
Hingga akhir 2024, total aset INCO tercatat US$ 3,17 miliar, dengan liabilitas US$ 443,75 juta dan ekuitas US$ 2,73 miliar. Kas perusahaan berada di angka US$ 674,69 juta.
Pergeseran Harga Saham INCO
Kinerja buruk ini juga tercermin dari harga saham INCO yang turun 6,46% menjadi Rp 2.750 per saham pada 25 Februari 2025. Sepanjang tahun ini, saham INCO turun 24,03%, menunjukkan pesimisme pasar terhadap prospek perusahaan di tengah tantangan industri nikel global.
Prospek Kinerja INCO 2025
Analis dari Stockbit Sekuritas, Hendriko Gani, mencatat banyak faktor yang membuat laba INCO tertekan. Ia memprediksi kinerja keuangan INCO masih akan menghadapi tantangan di tahun ini.
“Penurunan laba bersih, terutama pada kuartal IV-2024, disebabkan oleh kenaikan beban usaha dan pendapatan lain-lain yang berbalik rugi,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa volatilitas harga komoditas, terutama nikel, akan mempengaruhi kinerja INCO.
Meski begitu, INCO berpotensi meningkatkan volume produksi dan penjualan bijih nikel dalam beberapa tahun ke depan dengan pembukaan pit baru di Pomalaa dan Bahodopi. Menurut manajemen, INCO berpotensi menambah penjualan 1,7 juta wet metric ton (wmt) saprolite pada 2025.
Disclaimer: Keputusan pembelian / penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.