BeritaInvestor.id – Hari ini, Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang digadang-gadang sebagai sovereign wealth fund (SWF) terbesar di Indonesia dengan aset mencapai 900 miliar dolar AS. Dengan model pengelolaan mirip Temasek Holdings Singapura, Danantara diharapkan mampu mengoptimalkan aset negara dan meningkatkan daya saing ekonomi nasional.
Namun, meskipun memiliki visi besar, peluncuran Danantara justru diiringi dengan pelemahan pasar saham. IHSG turun 0,78% ke level 6.749,60 di hari peluncuran, dan aksi jual investor asing semakin menekan saham-saham big caps seperti BBCA, BMRI, hingga TLKM. Apakah ini pertanda bahwa pasar masih skeptis terhadap keberadaan Danantara?
Investor Asing Jualan Besar-Besaran di Hari Peluncuran
Alih-alih disambut dengan optimisme, data perdagangan menunjukkan bahwa investor asing justru melakukan aksi jual masif pada saham perbankan terbesar di Indonesia:
- BBCA: Net sell Rp242,1 miliar, harga turun 0,8% ke Rp8.925
- BMRI: Net sell Rp77,5 miliar, harga turun 0,9% ke Rp5.025
- BBNI: Net sell Rp64,5 miliar, harga turun 2,3% ke Rp4.200
- TLKM: Net sell Rp2,7 miliar, harga turun 1,8% ke Rp2.600
Kondisi ini mencerminkan bahwa pasar masih menunggu kepastian eksekusi Danantara sebelum berani masuk kembali. Investor asing tampaknya masih memilih untuk wait and see sebelum mengalokasikan dana mereka di Indonesia.
Pasar Masih Trauma dengan Kasus Asabri & Jiwasraya?
Salah satu alasan skeptisisme investor adalah trauma terhadap kasus Asabri dan Jiwasraya, di mana pengelolaan investasi negara sebelumnya justru berujung pada skandal korupsi besar-besaran:
- Asabri: Kerugian Rp22,78 triliun akibat investasi di saham-saham gorengan.
- Jiwasraya: Kerugian Rp16,81 triliun akibat penyalahgunaan dana investasi.
Kedua kasus ini masih membekas di benak investor. Oleh karena itu, Danantara harus mampu membuktikan transparansi dan tata kelola yang baik agar bisa menghapus kekhawatiran tersebut.
Struktur Organisasi Danantara: Transparan atau Rawan Intervensi?
Tidak seperti Asabri dan Jiwasraya, Danantara memiliki struktur pengawasan yang lebih ketat:
- Dewan Pengawas: Erick Thohir (Ketua), Sri Mulyani, Muliaman Hadad.
- Dewan Penasihat: Susilo Bambang Yudhoyono, Joko Widodo.
- Komite Pengawas: BPK, KPK, Kejaksaan Agung, PPATK.
Meskipun demikian, pasar masih mempertanyakan sejauh mana independensi Danantara dalam pengambilan keputusan investasi. Jika ada intervensi politik yang berlebihan, maka efektivitasnya dalam mengelola dana akan dipertanyakan.
Jika Sukses, Indonesia Bisa Masuk Liga Besar Investasi Dunia
Jika dikelola dengan baik, Danantara berpotensi menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Beberapa dampak positif yang bisa terjadi antara lain:
✅ Menarik lebih banyak investasi asing ke Indonesia
✅ Mendorong hilirisasi dan industrialisasi
✅ Mempercepat pembangunan infrastruktur dan energi terbarukan
✅ Mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri
Saat ini, Danantara berada di peringkat ke-7 dalam daftar SWF terbesar dunia, bersanding dengan Norway Government Pension Fund, China Investment Corporation, dan Abu Dhabi Investment Authority. Jika dikelola dengan transparan dan profesional, Danantara bisa menjadi benchmark baru bagi investasi negara di Indonesia.
Kesimpulan: Optimisme atau Skeptisisme?
Peluncuran Danantara memang menjadi momen bersejarah bagi Indonesia, tetapi pasar tampaknya masih skeptis dan menunggu bukti nyata. Investor asing masih menjual saham dan IHSG turun saat peresmian, yang menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap Danantara masih perlu dibangun.
Agar benar-benar menjadi game changer bagi pasar modal Indonesia, Danantara harus:
✅ Menunjukkan transparansi dalam pengelolaan dana
✅ Menghindari intervensi politik yang berlebihan
✅ Menjamin tata kelola yang profesional dan akuntabel
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor
Perlu ada komitmen dari para pejabat yg ditugasi mengelola DANANTARA,
* Bahwa mereka harus jujur, terbuka, dan mau hidup yg menjauhi HEDONISME.
* Bahwa mereka harus sadar mengelola asset demi kesejahteraan rakyat banyak bukan untuk pribadi, kelompok, atau penguasa.
* Bahwa mereka harus menunjukkan kemampuannya mengelola asset negara yg dipercayakan dan jika terbukti melakukan kesalahan harus rela mengundurkan diri.