BeritaInvestor.id – PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) berhasil melewati masa-masa krisis yang mengancam eksistensinya selama pandemi Covid-19. Bahkan, perusahaan ini sempat dihadapkan pada pilihan “suntik mati” atau diberi bantuan untuk bangkit kembali. Direktur Human Capital dan Corporate Service Garuda Indonesia, Enny Kristiani, menjelaskan bahwa restrukturisasi yang dilakukan adalah salah satu yang paling kompleks dalam sejarah korporasi Indonesia.
“Ada dua opsi yang ditawarkan: Garuda mau disuntik mati atau ditolong. Kami menghadapi kerugian yang besar, utang yang membengkak, dan nilai ekuitas yang negatif saat pandemi melanda,” ungkap Enny dalam acara Dies Natalis MM FEB Universitas Indonesia, Selasa (8/10/2024).
Tantangan yang Dihadapi Garuda Selama Pandemi
Pandemi Covid-19 memaksa Garuda untuk menghadapi tekanan besar dengan penurunan pendapatan yang drastis, terutama karena pembatasan penerbangan internasional dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Produksi Garuda turun hingga 70%, dan utang perusahaan meningkat hingga mencapai US$ 10,1 miliar (sekitar Rp 158,1 triliun). Nilai ekuitas Garuda juga jatuh menjadi negatif US$ 5,3 miliar atau negatif Rp 82,9 triliun.
“Pandemi berlangsung lebih lama dari perkiraan kami, dan menyebabkan kerugian berlarut-larut bagi Garuda. Dengan pembatasan penerbangan, pendapatan kami turun 90%, sementara biaya operasional, termasuk perawatan pesawat, tetap tinggi,” tambah Enny.
Dua Fase Restrukturisasi Garuda
Untuk menyelamatkan Garuda dari kebangkrutan, perusahaan menjalankan dua jenis restrukturisasi besar-besaran, yakni di sektor operasional dan keuangan:
- Restrukturisasi Operasional:
- Perusahaan mengevaluasi dan mengeliminasi unit pesawat yang tidak dibutuhkan lagi.
- Melakukan negosiasi harga pesawat yang dianggap jauh di atas harga pasar.
- Mengurangi biaya operasional dengan memotong gaji karyawan, serta merampingkan operasi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi.
- Restrukturisasi Keuangan:
- Fokus pada perbaikan neraca keuangan, pengurangan utang, serta pengelolaan tunggakan kepada kreditur.
- “Tujuan utama restrukturisasi keuangan adalah mengurangi beban utang dan menjaga agar kreditur tetap bersedia mendukung kami,” kata Enny.
Garuda juga terbantu dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 1 triliun, yang sangat berperan dalam menjaga likuiditas perusahaan selama proses restrukturisasi berlangsung.
Restrukturisasi yang “Sadis” dan Kompleks
Enny tidak menyangkal bahwa restrukturisasi yang dilakukan oleh Garuda sangatlah berat. Salah satu langkah yang dinilai “sadis” adalah haircut utang sebesar 80%, yang berarti kreditur hanya mendapatkan pengembalian 20% dari total utang yang dimiliki. “Jika Garuda disuntik mati, itu akan berdampak luas, termasuk pada kreditur dan berbagai institusi pemerintah, serta mengurangi potensi PDB nasional,” jelasnya.
Tak hanya itu, Enny menyebutkan bahwa Garuda harus menangani 800 kreditur dalam proses restrukturisasi ini, yang menjadikannya salah satu restrukturisasi korporasi terbesar di Indonesia.
Pemulihan Garuda Indonesia
Melalui berbagai upaya yang telah dijalankan, Garuda Indonesia berhasil bangkit dan terhindar dari opsi “suntik mati.” Meskipun proses pemulihan ini masih terus berlanjut, restrukturisasi yang dilakukan memberikan pijakan yang lebih kuat bagi Garuda untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Enny menyimpulkan bahwa dengan adanya restrukturisasi operasional dan keuangan yang komprehensif, Garuda kini memiliki fondasi yang lebih stabil. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk terus beroperasi dan berkontribusi pada perekonomian Indonesia, meskipun tantangan masih ada.
“Restrukturisasi ini memastikan Garuda Indonesia dapat bertahan lebih lama dan tidak harus melakukan restrukturisasi serupa dalam waktu dekat. Kami optimis dengan langkah ini, Garuda dapat terus memberikan layanan terbaik bagi masyarakat Indonesia dan internasional,”** pungkas Enny.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor