BeritaInvestor.id – Pajak atas transaksi kripto yang dianggap terlalu tinggi telah menjadi perbincangan hangat di kalangan investor. Menanggapi hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana untuk mengevaluasi kembali tarif pajak kripto setelah proses transisi dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK selesai.
Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, menyatakan bahwa pihaknya akan mengkaji penyesuaian besaran pungutan pajak kripto di masa mendatang. “Saat ini, aturan pajak yang berlaku masih mengikuti Keputusan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022. Namun, setelah transisi ke OJK selesai, kami akan membuka diskusi dengan Kementerian Keuangan untuk membahas penyesuaian lebih lanjut,” ujar Hasan usai peluncuran Peta Jalan Inovasi Keuangan Digital dan Rencana Aksi 2024-2028 di Jakarta, Jumat (9/8/2024).
Detail Pajak Kripto Berdasarkan PMK 68/2022
Saat ini, pungutan pajak untuk aset kripto diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 68/PMK.03/2022, yang mulai berlaku sejak 1 Mei 2022. Aturan ini mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi aset kripto.
Untuk setiap transaksi cryptocurrency, pembeli atau penerima aset dikenakan PPN dengan dua kondisi. Jika transaksi dilakukan melalui bursa yang terdaftar di Bappebti, tarif PPN adalah 0,11% dari nilai transaksi. Sebaliknya, jika transaksi dilakukan di bursa yang tidak terdaftar, tarif PPN meningkat menjadi 0,22%.
Sedangkan untuk penjual atau pihak yang menyerahkan aset kripto, dikenakan tarif PPh sebesar 0,1% jika transaksi terjadi di bursa terdaftar, dan 0,2% jika terjadi di bursa yang tidak terdaftar. Selain itu, kegiatan penambangan kripto juga dikenakan PPN sebesar 1,1% dari nilai konversi aset, sementara tarif PPh akhir untuk pendapatan dari penambangan adalah 0,1%.
Evaluasi Tarif Pajak oleh Bappebti
Sebelum transisi pengawasan kripto ke OJK, Bappebti telah melakukan evaluasi terhadap tarif pajak kripto yang ada. Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti, Tirta Karma Senjaya, mengakui bahwa tarif pajak yang berlaku saat ini masih tergolong tinggi dan berpotensi menghambat pertumbuhan industri kripto yang masih dalam tahap awal perkembangan di Indonesia.
“Industri kripto masih baru dan perlu diberikan ruang untuk tumbuh. Oleh karena itu, kami mempertimbangkan untuk mengusulkan penurunan tarif pajak kripto menjadi setengah dari yang berlaku saat ini, sekitar 0,05% hingga 0,055%,” ungkap Tirta saat berbicara dengan wartawan di Jakarta pada Kamis, 14 Maret 2024.
Harapan untuk Industri Kripto yang Lebih Kondusif
Dengan adanya rencana evaluasi tarif pajak oleh OJK setelah transisi dari Bappebti, diharapkan industri kripto di Indonesia dapat berkembang lebih baik tanpa terbebani oleh pungutan pajak yang tinggi. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri yang masih dalam tahap embrio, memberikan ruang bagi para pelaku usaha untuk berkembang, dan pada akhirnya berkontribusi lebih signifikan terhadap perekonomian nasional.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor