BeritaInvestor.id – Sektor jasa keuangan di Indonesia masih diwarnai dengan berbagai kasus kejahatan yang merugikan masyarakat dan negara. Salah satu modus yang sering digunakan adalah modus ultimate beneficial owner (UBO) atau penerima manfaat terakhir. Dalam modus ini, pemilik manfaat sebenarnya bersembunyi di balik orang lain untuk melakukan kejahatan.
Seperti yang dijelaskan oleh pengamat hukum Denny Indrayana, modus ini ibarat “Ali Baba dan Baba”. Di mana, Ali sebagai orang yang ditampilkan di depan, sedangkan Baba yang sebenarnya mengendalikan.
Modus ini dimanfaatkan dengan menempatkan orang-orang seperti office boy sebagai direktur, sopir sebagai direktur utama, atau orang lain sebagai boneka, sementara dalangnya bersembunyi di belakang mereka.
Celah Hukum dan Lemahnya Penegakan Hukum
Meskipun terdapat peraturan perundangan yang dapat menjerat pelaku kejahatan korporasi dengan modus UBO, seperti POJK Nomor 10 Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 15 Tahun 2019, faktanya masih banyak oknum penegak hukum yang tidak memahami, tutup mata, atau bahkan mengenyampingkan ketentuan tersebut.
Hal ini membuat para pelaku kejahatan mudah berlindung di balik modus UBO dan lolos dari jerat hukum. Contohnya seperti kasus Kresna Life yang merugikan nasabah hingga Rp 5 triliun.
Kasus-Kasus Korporasi yang Menyeruak
Beberapa kasus korporasi yang menjadi sorotan publik dalam beberapa tahun terakhir adalah:
- Jiwasraya dan Asabri: Kasus fraud yang merugikan negara hingga total Rp 46,8 triliun.
- Kresna Life: Kasus pengelolaan dana perusahaan yang tidak sesuai ketentuan, dengan kerugian mencapai Rp 5 triliun.
Solusi dan Pencegahan
Untuk mencegah maraknya kejahatan korporasi di sektor jasa keuangan, perlu dilakukan upaya-upaya berikut:
- Penguatan penegakan hukum: Penegak hukum harus lebih memahami dan tegas dalam menindak pelaku kejahatan korporasi, termasuk dengan menjerat UBO.
- Penutupan celah hukum: Peraturan perundangan perlu diperkuat dan diperbarui untuk menutup celah hukum yang dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan.
- Peningkatan pengawasan: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu meningkatkan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan dan memperketat aturan terkait UBO.
- Penerapan daftar ‘orang rusak’: OJK perlu menerapkan daftar ‘orang rusak’ yang lebih teliti untuk mencegah individu yang pernah melakukan kejahatan korporasi kembali menduduki posisi penting di sektor keuangan.
- Peningkatan edukasi: Edukasi kepada masyarakat tentang modus-modus kejahatan korporasi dan cara melindunginya perlu ditingkatkan.
Kejahatan korporasi di sektor jasa keuangan merupakan masalah serius yang harus ditangani dengan tegas. Upaya penegakan hukum yang kuat, penutupan celah hukum, dan peningkatan pengawasan menjadi kunci untuk mencegah dan memberantas kejahatan ini.
Disclamer : keputusan pembelian / penjualan Saham sepenuhnya ada di tangan investor