Pasar Finansial Indonesia terpukul keras pekan lalu dan sepanjang bulan Mei. Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sama-sama merosot pada akhir pekan dan bulan transaksi, yang berakhir pada Rabu (31/5/2023). Transaksi bulan Mei ditutup dengan IHSG pada angka 6633,26, mengalami penurunan sebesar 0,05%. Penurunan ini merupakan kelanjutan dari penurunan berturut-turut IHSG sejak 25 Mei atau dalam lima hari perdagangan. Posisi penutupan tersebut menjadi yang terendah sejak 20 Maret tahun ini. Secara total, IHSG mengalami penurunan sebesar 0,8% dalam seminggu terakhir dan merosot 4,08% selama bulan Mei. Penurunan bulanan ini merupakan yang terbesar sejak Maret 2021 atau lebih dari dua tahun lalu. Penurunan IHSG pada Mei ini bertentangan dengan peningkatan sebesar 1,62% yang terjadi pada April tahun ini.
Jika dihitung sejak awal tahun, IHSG telah merosot 3,17%. Sepanjang tahun ini, IHSG hanya mengalami peningkatan pada bulan April dan Februari, sedangkan bulan-bulan lainnya mengalami penurunan. IHSG turun 0,16% pada Januari, naik 0,06% pada Februari, turun 0,5% pada Maret, melonjak 1,62% pada April dan merosot 4,08% pada Mei. Penurunan IHSG pada pekan lalu dan Mei dipicu oleh peningkatan ketidakpastian global akibat krisis batas utang pemerintah Amerika Serikat (AS). Harga batubara yang merosot juga memberikan tekanan pada IHSG bulan lalu.
Pembahasan utang AS menjadi fokus utama pasar dalam sebulan terakhir. Pembahasan ini berlangsung lama hingga mendekati batas waktu pada 5 Juni. Hari itu menjadi batas waktu bagi pemerintah AS sebelum berpotensi gagal bayar. Dewan Perwakilan AS akhirnya memutuskan untuk melewati Rancangan Undang-Undang (RUU) Tanggung Jawab Fiskal atau Fiscal Responsibility Act. RUU ini memungkinkan pemerintahan Joe Biden untuk menunda batas utang hingga Januari 2025. Namun, kesepakatan ini tercapai pada Rabu waktu AS, jauh setelah bursa saham Indonesia mengakhiri transaksi.
Bursa saham RI juga merosot karena harga batubara yang turun. Harga batubara merosot sebesar 26,95% pada Mei, merupakan penurunan terbesar sejak Januari 2023. Namun, IHSG masih mencatatkan net buy sebesar Rp615,26 miliar dalam seminggu terakhir. Performa mata uang rupiah juga tidak lebih baik. Pada transaksi Rabu (31/5/2023), rupiah belum bisa menguat melawan dolar AS. Mata uang Garuda bahkan sempat jatuh ke level Rp 15.000/US$. Rupiah akhirnya menutup transaksi di Rp 14.985/US$, melemah 0,03% di pasar spot. Posisi ini adalah yang terendah sejak 30 Maret 2023.
Selama bulan Mei, mata uang Garuda telah merosot sebesar 2,13%. Ini merupakan penurunan terbesar sejak Oktober 2022 atau dalam tujuh bulan terakhir. Penurunan ini bertentangan dengan performa Maret dan April 2023, di mana rupiah menguat cukup kuat. Sama seperti IHSG, rupiah juga tertekan pada Mei karena krisis utang AS. Pembahasan yang rumit membuat investor asing menjual kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) sehingga rupiah terkena dampaknya.
Data dari Bank Indonesia berdasarkan transaksi pada 29 – 30 Mei 2023 menunjukkan bahwa investor asing mencatatkan penjualan neto sebesar Rp2,21 triliun di pasar SBN.